Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan tidak akan meminta dana talangan atau bailout kepada negara untuk mengamankan industri otomotif dari ancaman krisis. Gaikindo hanya meminta pemerintah membatalkan rencana menaikkan tarif pajak barang mewah (PPnBM).
Kondisi krisis global yang saat ini sedang dialami oleh berbagai sektor, membuat perbakan sangat selektif dalam memberi pinjaman. Padahal Gaikindo mencatat 70 persen penjualan kendaraan roda empat atau lebih menggunakan lembaga pembiayaan. "Bahkan pembelian sepeda motor 90 persen menggunakan leasing," kata Ketua Gaikindo Yongki Sugianto kepada VIVAnews, beberapa waktu lain.
Selain karena ketatnya pemberian pinjaman perbankan maupun lembaga pembiayaan, seretnya kredit juga karena suku bunga perbankan yang sangat tinggi. Meskipun suku bunga Bank Indonesia (BI rate) masih pada level 9,25 persen. Ini membuat konsumen berpikir ulang membeli mobil.
Permintaan uang muka atau down payment (DP) perbankan yang jauh lebih tinggi juga menjadi kendala. Pada awal hingga pertengahan tahun ini, uang muka kendaraan cukup 10 - 15 persen. Sekarang, kata Yongki, mencapai 30 - 40 persen. "Banyak konsumen membatalkan pemesanannya karena uang muka tidak cukup," katanya.
Menguatnya kurs dolar Amerika, euro, dan yen Jepang, membuat harga bahan baku kendaraan menjadi semakin mahal. Apalagi, untuk mobil impor dari Jepang, Eropa, dan Amerika. "Marjin kami menjadi sempit," ujar dia. Kondisi ini membuat industri otomotif semakin terjepit. "Seharusnya pemerintah memberi insentif pajak, bukan menaikkan pajak."
Sehingga, Gaikindo menganggap usulan pemerintah atas tarif pajak sebesar 10 - 200 persen pada barang mewah, khususnya kendaraan bermotor, justru akan menyulitkan industri otomotif dalam negeri. Gaikindo tetap menginginkan tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor pada rentang 0 - 75 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar