Jumat, 26 Desember 2008

Petugas Pajak Buru Pemilik Mobil Mewah

JAKARTA, SELASA — Para pemilik mobil mewah di Tanah Air bersiap-siaplah berurusan dengan petugas pajak. Pasalnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menerapkan jurus baru lagi untuk menguji kepatuhan pemilik kendaraan mewah membayar pajak.

Pajak mobil mewah

Untuk memuluskan perburuan ini, Ditjen Pajak bekerja sama dengan pemerintah provinsi (Pemprov) di seluruh Indonesia mendata Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) mobil baru. Berdasarkan Pasal 35 A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), aparat pajak boleh mencari data dan informasi dari setiap instansi pemerintah dan swasta.


Saat ini, Ditjen Pajak sudah menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Timur. Namun, batasan mobil mewah di sini sangat luas, sementara Ditjen Pajak menetapkan mobil mewah itu mulai seharga Rp 200 juta ke atas.

Lucunya, sekaligus boleh jadi instansi ini sangat tidak memahami jenis kendaraan yang tergolong mewah. Dengan ditetapkannya patokan harga Rp 200 juta ke atas, berarti seperti Toyota Innova dan Fortuner, Nissan X-Trail dan Serena, Mitsubishi Grandis, Chevrolet Captiva serta Honda CR-V dan Odyssey "divonis" sebagai mobil mewah. Padahal, mobil-mobil ini jelas peruntukkannya sebagai mobil keluarga.

Dari kelompok sedan, contohnya Toyota Corolla Altis, Honda City, BMW Seri 3, Peugeot 207, dan Mitsubishi Lancer ET 2.0 jelas-jelas tergolong mobil kelas menengah. Semua kendaraan di atas ini dikeluarkan oleh ATPM dan dijual resmi oleh para dealer-nya.

Untuk menetapkan mobil mewah, kalau berpatokan harga, lebih tepat yang di atas Rp 500 juta. Atau, mobil-mobil yang diimpor langsung dari pabrikannya oleh importir umum (IU), bisa dikategorikan sebagai mobil mewah.

Data STNK
Untuk tahap awal, Ditjen Pajak hanya akan meneliti berkas STNK mobil baru yang terjual pada 2009 nanti. "Selanjutnya, kami akan menyasar ke STNK tahun sebelumnya," kata Direktur Intensifikasi dan Ekstensifikasi Ditjen Pajak Hartoyo, Senin (22/12) kemarin.

Melalui data STNK itu, Ditjen Pajak akan meneliti kepatuhan membayar pajak dari dua sisi. Pertama, dari sisi kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Kalau terbukti pemilik mobil itu ternyata belum punya NPWP, kami akan menyuratinya," kata Hartoyo. Kedua, jika sudah memiliki NPWP, Ditjen Pajak akan mengecek kebenaran pembayaran pajaknya. "Jangan sampai punya mobil mewah, tetapi pembayaran pajaknya kurang," kata Hartoyo.

Jika demikian halnya, Ditjen Pajak akan meminta si pemilik mobil memperbaiki Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT). Selain itu, tentu saja Ditjen Pajak juga akan mengejar tunggakan pajak mereka.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai, rencana Ditjen Pajak ini bisa membuat pasar mobil tahun depan yang targetnya 420.000 unit kian lesu. Target ini pun sudah jauh di bawah penjualan tahun ini yang sampai November saja sudah mencapai 568.160 unit. Maka, Gaikindo akan menganalisis dampak kebijakan ini. "Definisi mobil mewah seharusnya yang berharga di atas Rp 1 miliar," kata Wakil Sekjen Gaikindo Noegardjito.

Martina Prianti,SBT
Source Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar